ceramah Nuzulul Quran 17 Ramadhan
1422 H
Segala puji bagi Allah SWT.
Alhamdulillahilladzi liyadzadu iimaanan maa 'aimaanihim. Sholawat dan salam
semoga tercurah selalu bagi Rasulullah panutan kita, yang membangunkan dan
menuntun hati nurani kita, menjadi cahaya bagi segala perbuatan mulia.
Bangsa kita sesungguhnya dikaruniai
Alloh potensi yang begitu dahsyat, yang jika disyukuri dengan cara mengelolanya
dengan tepat, niscaya berpeluang menjadi negara besar yang berwibawa dan
bermartabat.
Dengan potensi sumber daya alam yang
melimpah ruah baik berupa daratan, lautan serta apapun yang terkandung
didalamnya; maupun lokasi geografis dan keindahan alam, negeri kita bagaikan
percikan surga yang tertetes di dunia.
Potensi manusia dengan jumlah dua
ratus duapuluh juta lebih dengan aneka kemampuannya, merupakan aset berharga
jika disinergikan dengan formula yang tepat.
Dan aset yang tidak ternilai
harganya adalah sumber keyakinan bagi mayoritas penduduk Indonesia, yaitu
aqidah Islam yang diyakini bersama sebagai agama yang paripurna, rahmatan lil
`alamiin, yang dapat menjadi solusi yang universal. Namun, bila kita melihat
kenyataan, ternyata semua potensi seakan-akan tidak berbuah kenyataan yang
dicita- citakan bersama. Bahkan, aneka bala dan musibah dari berbagai sisi
kehidupan begitu lekat dan memilukan.
Sudah kita dengar bersama upaya
untuk menyehatkan dan mensejahterakan masyarakat, namun kita wajib mengevaluasi
hal-hal pokok yang menjadi kunci permasalahan.
Masyarakat kita relatif berbadan
sehat, juga berpikir normal, bahkan sebagian ada yang berfisik sangat kuat dan
berotak cerdas. Hanya sedikit masyarakat yang berpenyakit lahir dan ia juga
berpenyakit akal. Rupanya yang sedang berjangkit di negara kita secara umum,
justru penyakit qolbu/hati nurani. Karena orang yang kuat dan cerdas akal
pikirannya, yang tidak sehat qolbunya ternyata mereka itulah yang menjadi
biang-biang kerusakan dan kesengsaraan bagi bangsa ini. Dengan kata lain,
kelemahan bangsa kita ini adalah belum sungguh-sungguh memprogram untuk
menghidupkan dan membangkitkan kekuatan nurani yang akan menuntun akal pikiran,
sikap dan tingkah laku menjadi penuh nilai kemuliaan dan kehormatan yang
hakiki, karena qolbu adalah inti terpenting dari manusia yang akan mengatur
segala sikapnya. Sabda Rasulullah:
"Alaa inna fil jasad mudhgoh
Idza soluhat soluha jazadukuluhu Waidza fasadat fasada jasadukuluhu Alaa wa
hiyal qolbu"
"Ingatlah, dalam tubuh manusia
itu ada segumpal daging. Kalau segumpal daging itu baik, maka akan baiklah
seluruh tubuhnya. Tetapi, bila rusak, niscaya akan rusak pula seluruh tubuhnya.
Segumpal daging itu bernama qolbu." (HR. Bukhari Muslim)
Dan sumber kerusakan ini menurut
Rasulullah adalah: Dapat diperkirakan bahwa kamu akan diperebutkan oleh
bangsa-bangsa lain sebagaimana orang-orang berebut melahap isi mangkok. Para
sahabat bertanya, "Apakah pada saat itu jumlah kami sediit ya
Rasulullah?" Beliau menjawab, "Tidak, bahkan saat itu jumlah kalian
banyak sekali, tetapi seperti buih air bah dan kalian ditimpa penyakit
wahn". Mereka bertanya lagi, "Apakah penyakit wahn itu ya
Rasulullah?", beliau menjawab "Hubbud dunya (kecintaan yang amat
sangat kepada dunia ) dan takut mati". HR Abu Dawud
Gejalanya bisa kita lihat dari
tingkah polah dalam memperebutkan duniawi ini (harta, kedudukan, kekuasaan,
popularitas, kesenangan duniawi, gelar, pangkat, jabatan yang ditujukan hanya
untuk kepuasan dunia belaka), tidak sedikit orang yang menghalalkan cara-cara
tak terpuji sehingga mendzolimi hak-hak orang lain. Bagi yang telah
mendapatkannya, juga melakukan perbuatan yang tak mulia yaitu dengan gemar
pamer kemewahan, hidup dengan biaya tinggi, menjadi jalan kecurigaan dan
kedengkian bagi yang lain; dan untuk mempertahankan dunia yang dimilikinya
sering pula melakukan tindakan yang melupakan kepentingan masyarakat. Bagi
masyarakat yang ada dalam keterbatasan, melihat situasi yang materialistis
membuat terbuai angan-angannya sehingga melakukan tindakan yang mencoreng harga
dirinya.
Pendek kata, budaya cinta dunia atau
materialistis adalah biang masalah yang beranak-pinak dengan kesombongan,
kemewahan, kedengkian, keserakahan, kezoliman dan bercucu pada permusuhan,
keinginan untuk menghancurkan orang lain, dan akibatnya seperti yang kita
rasakan sekarang ini.
Kita harus mulai membangunkan nurani
masyarakat dengan cara mensosialiksasikan obat penyembuhnya, yaitu membangun
hidup mulia dengan bersahaja, hidup proporsional, tidak berbudaya bersembunyi
dibalik topeng duniawi dan hal ini sangat memungkinkan kita lakukan setidaknya
dengan empat kunci :
1. Suri tauladan yang nyata
Harus menjadi kesadaran para
pemimpin bahwa mereka benar-benar diperhatikan dan ditiru oleh masyarakat. Kita
harus membudayakan memilih para pemimpin yang berani hidup bersahaja dan
mengutamakan kemampuan memimpin dengan adil dan profesional, dibanding dengan
orang yang hanya mampu mempertontonkan kedudukan dan kekayaaannya. Nabi
Muhammad SAW membangun peradaban dengan menjadi suri tauladan yang nyata. Ini
harus menjadi budaya bagi para pemimpin, dengan tidak menyuruh orang lain
sebelum menyuruh dirinya sendiri. Tidak melarang orang lain sebelum melarang
diri sendiri. Lebih banyak berkata dengan karya dan tauladan nyata, daripada
hanya berbuat dengan perkataan.
Masyarakat sesungguhnya sangat
tercuri hatinya kepada para pemimpin yang bisa berbuat banyak, namun amat
bersahaja dalam hidupnya. Pada saat yang sama, masyarakatpun teramat curiga dan
dengki kepada para pemimpin yang hidup glamour, yang mereka yakini semuanya itu
adalah uang rakyat.
2. Pendidikan dan pelatihan, juga
pembinaan secara sistematis berkesinambungan terhadap masyarakat
Perlu kesadaran dan kesepakatan
bersama untuk mendidik segala lapisan masyarakat dengan menggunakan seluruh
media yang ada untuk mengetahui nilai-nilai keutamaan hidup berhati bersih,
bernurani dan hidup tidak materialistis, baik lewat pendidikan di
sekolah/kampus, melalui aneka sinetron film/televisi ataupun radio, untuk
mendampingi pendidikan lewat suri tauladan dari para pemimpin / tokoh panutan
masyarakat.
3. Sistem yang kondusif
Kitapun harus bekerja keras untuk
membangun system dalam bentuk undang-undang, aturan-aturan lainnya yang
mendukung perubahan sikap di masyarakat untuk tidak berjiwa materialistis dan
sangat menghargai nilai-nilai kemuliaan ahlak dan moral, dengan cara membuat
peraturan yang benar- benar adil dan konsisten untuk menegakkannya. Nabi
Muhammad berlaku adil terhadap siapapun, termasuk kepada keluarganya sendiri.
Menegakkan supremasi hukum adalah
bagian kunci yang teramat penting untuk membangun harapan di masyarakat, bahwa
memburu dunia tidak dengan cara yang benar, akan mendapatkan hukuman yang
setimpal. Menegakkan hukum dengan adil, tidak dengan kebencian dan dendam, akan
membuat keadilan menjadi sesuatu yang indah dan menjadi tumpuan semua pihak.
Ketidak-seriusan menegakkan sistem
yang adil akan mengundang ketidakpuasan, dan ini akan mengundang pula aneka
masalah yang lebih pelik dan merugikan.
4. Membangun kekuatan ruhiyah
Sebagai orang yang beriman, selalu
harus kita sadari bahwa kita semua hanya sekedar mahluk yang sangat banyak
memiliki keterbatasan, dan Alloh-lah yang Maha Kuasa menolong siapapun yang Dia
kehendaki, karena Dia-lah yang menggengam segala masalah dan jalan keluarnya.
Laa haulaa walaa quwwata illa billahil
aliyil'aziim. Maka, harus dicanangkan kebangkitan ruhiyah nasional dengan
memotivasi masyarakat untuk melakukan kebangkitan ibadah dengan benar lebih
intensif. Baik yang fardhu maupun sunah, yang tentu diawali dengan suri teladan
dari semua tokoh panutan dan difasilitasi baik tempat, waktu/kesempatan, dan
dana, agar masyarakat --selain lebih terkendali-- juga doa-doanya mendatangkan
pertolongan Allah seperti yang dijanjikan. Surat at Thalaq ayat 23 menyatakan,
yang artinya, "Barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah akan
memberi jalan keluar dari segala urusannya dan memberi rezeki dari tempat yang
tidak disangka-sangka, dan barang siapa yang bertawakal niscaya akan dicukupi
segala kebutuhannya." Amatlah tipis harapan kita akan keluar dengan baik
dari permasalahan ini tanpa bimbingan Allah, karena manusia amatlah terbatas
dalam segalanya, tak mampu berbuat apa pun tanpa izin-Nya.
0 komentar:
Posting Komentar